Minggu, 13 November 2011

yang pergi tak bisa kembali

tak ada kisah yang mampu ku ceritakan malemp ini
tak ada cerita yang dapet ku bagi hari ini
karena setengah perjalanan 
sudah berjalan begitu saja
bukan karena dia tak menghargai dan menyapa ku
melainkan akulah yang telah menyia-nyiakan dan mencampakannya
orang bijak bilang waktu itu hidup
kita menyianyiakn waktu 
berarti kita telah menyia-nyiakan hidup
haruskah berakhir kini
setengah perjalanan yang tak dapat kembali
resah hati tak terlampaui, dia pergi tanpa perduli
aku masih punya separuh
separuh waktu,,separu napas,,separuh hidup
jika yang separuh tidak bisa ku jaga 
maka habislah aku yang serba terbatas ini
dosen filasafat saya bilang 

"kita ini (manusia) adalah makhluk yang terbatas"
namun kita mampu berhubungan 
dengan zat yang tak pernah terbatas (Allah) 
kemampuan kita memang terbatas
usaha kita memang terbatas
namun kekhendak dan kuasaNYA tak pernah terbatas 
pada kita yang penuh dengan keterbatasan
dinihari03.37note.vie







IBU IBU, SAYA RELA JADI TONGKATNYA IBU SELAMANYA ( TRUE STORY )


Ibu adalah sosok yang melahirkan kita. Sosok handal yang tanpa pamrih telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita. Saat kita sudah besar dan mandiri seringkali kita lupa sosok seorang ibu yang jasanya tidak akan terbalas oleh lekangnya waktu dan sebesar apapun kita berikan kepada seorang ibu tidak akan bisa membalas budi seorang ibu. Ada kisah inspirasi mengharukan dari Tiongkok China, dimanaseorang anak yang membalas jasa ibu dengan merawat penuh kasih sayang selama 21 tahun, bahkan saat sudah menikah dan punya anak sekalipun, dia tidak lupa sosok ibunya dan selalu merawatnya tanpa ada penolakan dan keberatan.

“Hawa udara di Changchun, Tiongkok, sangatlah dingin. Li Yuanyuan memanggul sang ibu yang lumpuh kedua kakinya sambil menggendong putrinya yang berusia dua tahun buru-buru ke rumah sakit karena sang ibu terkena serangan jantung lagi. Orang-orang yang berlalu lalang di jalan memandang mereka bertiga dengan mata terbelalak, semua takjub melihat seorang wanita yang kelihatannya kurus lemah justru memiliki tenaga untuk memanggul satu orang sambil menggendong satu lagi…”

Menurut laporan “City Evening Post”, di pagi buta, 13 Pebruari 2008, Li Yuanyuan telah memakaikan baju bagi anak dan sang ibu yang baru sembuh dari sakitnya. Jam 10 pagi, Yuanyuan berjongkok di depan sang ibu, meletakkan kedua kaki ibu di pinggangnya lalu memanggul sang ibu, kemudian menggendong putrinya yang berdiri di atas tempat tidur.

Kedua tangan Yuanyuan dipakai untuk menyangga sang ibu, sedangkan sang ibu membantu merangkul cucunya mengitari leher Yuanyuan. Dengan cara inilah tiga orang tersebut saling berangkulan dengan susah payah keluar dari rumah sakit. Sang ibu telah lumpuh selama 21 tahun, selama 21 tahun itu pulalah Yuanyuan terbiasa memanggul sang ibu keluar masuk rumah sakit.

Ketika Yuanyuan berusia 7 tahun terjadilah sebuah kecelakaan lalu lintas yang benar-benar telah merubah kehidupannya. Karena kecelakaan ini ibunda mengalami kelumpuhan pada kedua kaki yang diperparah dengan menghilangnya sang ayah.

Sejak saat itu, Yuanyuan menjadi tulang punggung rumah tangga. Karena tidak ada penghasilan Yuanyuan menghidupi keluarga dengan menjadi pemulung, uang hasil kerja kerasnya habis terpakai untuk mengurus sang ibu.

Rasa bakti Yuanyuan kepada orang tua sangat menyentuh hati para tetangga, banyak tetangga yang dengan sukarela memberi bantuan kepada sang ibu dan putrinya ini. Karena sepanjang tahun hanya mampu berebahan, otot kaki sang ibu sering kejang, sakitnya tak tertahankan.

Ada seorang tetangga yang berprofesi sebagai seorang dokter tradisional tua, setiap hari membantunya memberikan terapi akupunktur terhadap ibu Yuan-yuan, bahkan mengajarnya menggunakan teknik akupunktur sederhana. Sejak berusia 11 tahun sampai sekarang, Yuanyuan sudah dapat menggunakan teknik akupunktur untuk meringankan rasa sakit ibunya.

Tiga tahun yang lalu, Yuan-yuan menikah, setahun kemudian, Yuanyuan melahirkan seorang putri. Namun di mana pun dan kapan pun, Yuanyuan tidak pernah meninggalkan sang ibu, dia dan suaminya bersama-sama memikul tanggung jawab mengurus sang ibu.

Meskipun rumah tangganya tidak terbilang kaya, mereka sangatlah puas. Sang ibu berkata, terkenang masa 21 tahun ini meskipun penuh penderitaan, namun dia sangat puas, dia merasa diri-nya sama dengan orang tua lain yang juga telah menikmati kehangatan keluarga.

Bagi Yuanyuan, selama 21 tahun ini, dia merasa dirinya sangat bahagia, karena dia adalah seorang anak yang masih memiliki seorang ibu.

Sungguh suatu rasa bakti yang sangat luar biasa dari anak kepada seorang Ibu, semoga kisah inspirasi tersebut kita dapat memetik hikmah di dalamnya. Salam hormatku kepada anda Yuanyuan, anda menjadi contoh bagi saya untuk melakukan seperti apa yang anda lakukan

*****


Terimakasih telah membaca....

~HIDUP INI INDAH~

Sabtu, 12 November 2011

MUTIARA HATI

 Seluas Danau  Seorang guru mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.  “Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Kemana perginya wajah bersyukurmu?” sang Guru bertanya.  “Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, ” jawab si Murid muda.  Sang guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”  Si Murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.  “Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata sang Guru. “Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”  Si Murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.  “Bagaimana rasanya?” tanya sang Guru.  “Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si Murid dengan wajah yang masih meringis.  Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.  “Sekarang kau ikut aku”, sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”  Si Murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan gurunya, begitu pikirnya.  “Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.  Si Murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, sang Guru bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”  “Segar, segar sekali,” kata si Murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana . Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.  Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.  “Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”  “Tidak sama sekali,” kata si Murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.  “Nak,” kata sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”  Si Murid terdiam, mendengarkan.  “Tapi nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi seluas danau.”

Kutipan http://www.facebook.com/pages/MUTIARA-HATI/140751432672949

Jumat, 11 November 2011

John Steven Aquari (TRUE STORY

John Steven Aquari, adalah atlet lari marathon era 60-an yg berasal dari Tanzania, Negara dibagian Afrika Timur. Pada tahun 1968, di mexico city, John Steven Aquari, mengikuti perlombaan lari marathon, dgn jumlah ratusan pelari, yang mewakilkan Negara mereka masing-masing. Saat pertandingan sedang berjalan, tepat setengah perjalanan perlombaan terjadi insiden mengenaskan dari salah satu seorang pelari. Yaitu beliau “John steven Aquari”. Dia terjatuh, dan mengalami cidera yang cukup parah di kaki nya. Disitu kesempatan bagi para pelari lain untuk menyalip dia. Tetapi, karena John Steven Aquari” memiliki tekad yang besar, dia pun tetap meneruskan pertandingan nya dengan cara mengesot, dengan kondisi kaki nya patah.. Penonton pun sudah banyak yang meninggalkan arena pertandingan, tenda-tenda pertandingan sudah diturunkan. Sampai akhirnya, dari kejauhan terlihat dia sedang mengesot, dengan diiringi mobil polisi. Dan seluruh wartawan stasiun TV, serta penonton yang masih berada di lokasi pertandingan pun terkaget melihat seorang “Jhon Steven Aquari” menghampiri nya di garis finish yang sudah dalam kondisi berdarah-darah, dan memberikan applause yang cukup antusias pada saat dia tiba di garis finish. Dan seorang wartawan dari salah satu stasiun TV bertanya pada dia “Mengapa kamu tetap melanjutkan pertandingan, padahal kamu tahu bahwa kamu telah kalah dalam pertandingan ini, lagipula kondisi kamu juga sudah tidak memungkinkan untuk memenangkan pertandingan..” lalu John pun menjawab :
“SAYA DIKIRIM RIBUAN MIL DARI NEGARA SAYA, BUKAN UNTUK MEMENANGKAN PERTANDINGAN INI, TETAPI UNTUK MENYELESAIKAN PERTANDINGAN, SAMPAI GARIS FINISH!!!” 
Pertanyaan nya : Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah banyak memulai pekerjaan dalam hidup anda? Tetapi tidak satupun terselesaikan? Masalah itu pasti ada, yang terpenting adalah tekat dan niat. Kesuksesan sejati dilihat tidak brp kali kamu berhasil ,tetapi berapa kali kamu bangkit untuk berhasil.

Senin, 07 November 2011

g bisa ngasih judul,,hahhah

hidup itu terus bergerak maju,
kita ingin berhenti sejenak pun kadang tak ada waktu,
liriih lirih kehidupan kian berputar begitu mendayuh,
sesaat semangat dalam darah seakan bergemuruh,
 namun apa daya lelah tak kuasa,
seakan seluruh semangat terasa hampa, 
rapuh,,,rapuuhh,,rapuh,
aku,,,aku,,,aku,
aku rapuh,
namun aku malu,
malu pada mereka yang tetap bergerak maju,
meski waktu dan keadaan kadang membelenggu
menyerah berarti lemah, lemah berarti kalah, 
namun salah bukan berarti aku harus menyerah,
melainkan belajar untuk mengatasi masalah,
Allah memberi masalah, berarti DIA memberi kemampuan,
bagi mereka yang mau berjuang, dan memperjuangkan kehidupan,
hidup itu anugerah,,
namun keluhan yang membuatnya menjadi masalah,
berhenti mengeluh,,
syukuri hidup,,
maka hidup akan terus berjalan disamping kita 

22.33vie